SIAPA YANG MAMPU ?
Siapa yang dapat menentang Siklus ?,
Kita ,sebutir pasir, terbenam di pusaran arusNya !
Seribu ratap ,terlalu sunyi , buat sebuah penyesalan !
Atau kita biarkan saja , nasib tercatat dalam album kelam seorang sisyphus?
 
DARI BALIK TIRAI JENDELA

Dari balik tirai rumahku ,pucuk-pucuk cemara, gemulai , dibelai hujan gerimis; seperti rambut anak gadis perawan yang basah ;segar ,penuh gairah .Kelopak-kelopak bunga yang kuyup ,adalah bujuk rayu ,putik pada benangsarinya ,yang kemudian rebah di hamparan rumput, disambut wangi tanah yang basah. Ranting-ranting mawar di sudut halaman rumahku ,meliuk-liuk di candai angin ,seperti tubuh semampai Aura Kasih ,yang melenggang tenang ,mengunci mata ,terbelalak dalam jebakan pesonanya .
 
JANJI
" Untukmu Aku tak akan lagi kehilangan Lupa ", demikian sumpahmu. Lalu Air mengajariku ,untuk memaknai betapa indahnya melawan arus. Seperti yang kulakukan kini. Membiarkan tangismu tercecer di sepanjang rel, dari sebuah kereta yang melaju, dan tak pernah mengenal kata menunggu !.
 
CERITA DARI GERBONG KERETA
Digerbong kereta yang dihuni kita dan sepi.Kamu asyik , bicara, tentang Rendra yang tergila-gila pada Lorca,tentang Goenawan Muhammad yang jatuh cinta pada Emily Dickinson ,dan tentang Chairil Anwar yang tak dapat terpisahkan dari Slaerhoff .Engkau tak lagi perduli,tentang stasiun-stasiun yang tlah terlewati.Dan Rasa cemburu yang perlahan bersemayam dalam rongga hatiku .Di setasion terakhir ocehanmu bertemu titik. Lalu kita berjalan bergandengan tangan dengan hati yang jadi tidak saling mengenali.
 
suatu waktu saat hujan Gerimis !

Jangan kau tepiskan tangan yang tlah terulur !" , demikian ucapmu ,pada sebuah malam,saat gerimis turun malu-malu ,menorehkan jejak-jejak sepi pada setiap hati. Suara lirihmu membuat cahya lilin bergoyang , kian menyamarkan wajah diantara kita yang terpisah oleh sudut meja . Lalu kita pun saling berpaling menebarkan pandang ke arah yang berbeda , kemedian membuat lenguh bersama, untuk sesuatu yang tak pernah bisa kita temukan maknanya .

 
PUISI BUAT NANI
Seperti sedang mengukir langit ! Nani ! ;Setiap teriakan ,bahkan bunyi desah terhaluspun,tak mampu membuat serombongan awan yang tengah berarak tersibak !,suara ku adalah debu yang tenggelam dalam irama musik keras yang tengah kau nyanyikan !,Lalu masih adakah sempat , untuk kau lihat sepotong kabar yang kutitipkan ,di laci tersunyi kesendirianmu ?

 
suatu waktu saat hujan Gerimis !

Jangan kau tepiskan tangan yang tlah terulur !" , demikian ucapmu ,pada sebuah malam,saat gerimis turun malu-malu ,menorehkan jejak-jejak sepi pada setiap hati. Suara lirihmu membuat cahya lilin bergoyang , kian menyamarkan wajah diantara kita yang terpisah oleh sudut meja . Lalu kita pun saling berpaling menebarkan pandang ke arah yang berbeda , kemedian membuat lenguh bersama, untuk sesuatu yang tak pernah bisa kita temukan maknanya .

 
BANGINGIK SULING

Bangingik sora suling

Mirig Lengkah hate ,nu ngalenghoy ,

Mapay-mapay lengkob pangharepan anu tarahal .

Titincakeun geus lita ,

ngan cika-cika ,nu masih keneh haat ,

nungtun sorot panon nu geus leuseuh ,

ngambah kalakay pangimpian .

Raga nu langlayeuseun

Ngondang koceak ,sarebu sora ...

Aweuhanna patembalan , nurih batin ,nu geus jiih ku kapeurih !!.

 
KISAH TENTANG SEBUAH SURAT YANG DIKIRIMKAN UNTUK LANGIT

Sehelai surat yang dikirimkan untuk langit,tak sempat sampai, awan mengajaknya bermain berkeliling mengeja setiap cerita duka yang bertebaran diantara lipatan-lipatan khayal . Air hujan kemudian mengaburkan setiap pesan yang hendak disampaikannya . Di sana !, di bagian bumi yang tak tercantum dalam peta , seorang laki-laki luka menangkapnya , membelai dan menagisinya dengan tetes air mata terakhirnya .Kemudian ....mendekap erat surat itu ,menyimpannya dengan hati hati , tepat dibagian tengah jantungnya ,sesaat sebelum kemudian detaknya berhenti untuk selama-lamanya !!

 
SEBUAH KISAH TENTANG SUNYI

Ketika liukan terakhir cahya lentera ,di gelap malam itu padam ; Kawanku !

Hanya sunyi ,yang menggigil ;termangu ; memandangi waktu .

Mengais-ngais sisa kenangan , mengurai gelisah yang tetap menyala dalam bingkai tungku hati yang tak bernama.

Sesal pun , lalu bergegas berlalu !

Tanpa sempat mengucap salam pada isak !

Meninggalkan rindu yang kembali pasrah pada kuasa waktu .