BUAT SESEORANG YANG PERNAH HADIR,NAMUN TAK DAPAT KU SENTUH !


“Mengapa Kau tega Menepiskan tanganku?”

Padahal aku hanya ingin mencoba menjangkau sejumput rumput kering,yang menempel dilekuk pipimu Angin nakal ,yang menerbangkannya kesana !,membuat garis tak simetris ,sehingga keindahan alis matamu  terganggu , dan sorotnya menebarkan aroma rasa cemburu !

“Betapa kita telah gagal , menikmati sore ,sesaat sebelum matahari menyelinap,berucap salam pada senja,…dan riak air yang berlari-lari kecil ,tak jua dapat menyadarkan kita ,tentang makna cinta.yang terlalu indah unuk dilewakan !.

Sudah  hampir tiga jam ,kita membuang waktu , duduk berdua di tepi situ lembang.menyia-nyiakan pesona alam,yang tak mampu sedikitpun mencairkan kebekuan  hatimu !.Hanya sesekali , bersama angin yang lewat ku coba mencuri pandang ,menatap wajahmu ,yang justru kian bertambah indah   terkena pantulan rona senja  ,  membuat siluet memukau  tentang sosok yang kian sulit untuk dapat ku jangkau !.

Seekor ulat yang lewat di dekat kakimu !,kemudian menjadi penyelamat,untuk  mendekatkan jarak diantara kita .Walau kusadari  hal itu hanyalah sebuah  gerakan repleks  …tanpa hati ,tanpa makna.Seperti …cahaya matahari yang kian menjadi redup,dilahap malam…dan keindahan riak air pun hanya bisa kita nikmati  lewat bunyi kecipratnya saja.

“ Sudah hampir magrib !” ,demikian cara kau ,mengajak pulang .Tapi itupun sudah cukup manusiawi , dibandingkan dengan melenggang tanpa sepatah kata .Menyusuri jalan setapak ,dalam keremangan batas senja ,ku coba merengkuh seluruh makna,tentang perisiwa diam yang baru saja ku alami .Lampu-lampu tenda sudah mulai dinyalakan ,cahayanya  berkelip-kelip …berkelit menghindari canda angin yang tak berhenti menggoda.Sementara aku ..hanya bisa termangu ,belum juga mampu memahami segala pesan yang disampaikan dalam keheningan laku .

Cimahi, Minggu 15 Mei 2011.

 
BASA KURING NAMATKEUN HIRUP NA CONGO PEDANG !

( catetan pondok keur Ruyati , Pahlawan Devisa ,nu perlaya di Saudi Arabia )


Sungkawa nu di bawa lunta

Ninggalkeun getih kaperih

Nu acret-acretan , amarayah

di sapanjang lengkah !

Geus tutup lawang keur cacarita

Akar eurih nu jadi pamuntangan panungtung

Muruluk taya daya

digadabah hama nafsu nu rohaka.

Kamarana nu baheula jangji rek bebela

Kecap ngan saukur papaes hirup

ngiles ,diteleg talaga hieum

nyesakeun ketug jajantung

nu mudah ,kagedur nahan renghap kapegung.

 
Tentangmu di suatu Malam.

Menikmati malam di Bandung ; tanpamu !

Seribu lampu termangu !

Menatap kuyu , urat jalan , yang meringis !

Tenggelam  dalam  himpitan ribuan deru  .

Gedung  Saparua , terlihat pucat ,

Tak ada lagi suara riuh di sana !

(Seperti sepuluh tahun yang lalu !

Saat kita berdua larut ,dalam buaian irama music Jazz,

dan pesona  gesekan maut Biola Hijau Luluk Purwanto .)

Kemudian seperti pasti ,kita merasa ,akan menjadi abadi !.

Braga pun ,tak lagi mampu bicara !

Keindahannya  hilang  di rampas , oleh selaksa iklan, yang menyesak ,memenuhi trotoar jalan ,

Tanpamu ; aku disini menjadi kian merasa asing !

Tergerus oleh  beragam suara ,yang berteriak seperti bunyi senapan !

Di alun –alun , ingin ku jamah kembali  lekuk wajahmu !

Sambil mencoba berkaca pada bangku-bangku taman yang tlah mengusam .

Lalu kubiarkan saja  hati melangkah sendiri , menemui hasratnya !

Memunguti sisa-sisa  manis senummu , yang masih bisa dikenalinya .

 
DARAH MENETES DARI SUDUT-SUDUT BENDERA BANGSAKU YANG TERKOYAK !

Darah air mata ; melaut ,

Menenggelamkan pedih ;

Membuat kota berubah jingga ,

Terukir tegas direlung terdalam , kehampaan nurani .

Hari ini , tak ada yang kulihat selain darah !

Darah menetes deras ,berlari dari sudut-sudut bendera bangsaku yang terkoyak !

Darah menghitam, berapagut larut ,dengan keringat ,yang pecah dari seluruh pori anak negeri !

Siapa kini ,yang bisa membaca, tentang makna ,dari setiap tetes darah !

Yang tercecer sia-sia , tenggelam , jadi sebuah sejarah bisu .

Tidak aku , tidak kamu , tidak kita !

Kita hanya bisa menyenyuminya di balik topeng ,sambil asyik membuang dahak !

Darah yang menetes deras dari sudut-sudut bendera bangsaku yang terkoyak ,

Adalah urat nadi kemanusiaan , yang terputus ,ditebas pedang kemunafikan !

(Sehelai bendera yang terkoyak , dihampir sekujur tubuhnya ,

Datang malam itu , mengetuk perlahan pintu hati, Yang selalu lupa untuk ku kunci .

“Namaku Merah Putih !, aku datang dari negeri yang tenggelam dalam seribu masalah “ keluhnya !

Itu kata pertama dan terakhir yang ku dengar darinya , Lalu ia rubuh , badannya kaku tergeletak di samping lap pel rumahku )

Cimahi , 29 September 2011.

 
PESAN DALAM KEHENINGAN LAKU

"Aku sudah kehabisan kata-kata !"

Demikian kau mengadu pada telaga ,yang tetap diam dalam heningnya.

Embun yang menggayut,di pucuk-pucuk ranting cemara,hanya bisa ternganga

mencemaskan matahari yang mulai menggeliat,membuka hari yang kian tak berarti

"Mesti lewat cara apa lagi,aku ...bertanya !?"

Demikian kau mengeluh , pada punggung bukit,yang telah mulai kehilangan pesonanya

Sementara beberapa ekor burung yang lewat,hanya melirik sesaat,lalu bergegas pergi,

meninggalkan sunyi ,untuk mengejar sesuatu yang tak pasti .

"Aku sudah... sampai pada ujung batas sabar !"

Demikian kau mengigau ,pada angin ,yang terus menari,mengitari bibir ngarai

mengekalkan jemu,di kedalaman lembah yang pasrah ,di pagut sepi.

" Aku mau  pergi !"

Demikian kau mengerang,mengerahkan tenaga terakhir yang tersisa

Urat di lehermu,membentangkan peta luka,tentang kesia-siaan yang tak terkatakan.

Hanya burung Nazar ,yang kemudian bergerombol datang menangkap isyaratmu !

Mengerubuti tubuhmu..,mencincang dari seluruh penjuru arah

Kemudian...membawa pesan terakhirmu pergi ,

kesuatu tempat dimana angin pun tak pernah dapat mengenalinya
 

Bila bunga telah kehilangan wanginya !

Bila tangis telah kehilangan isaknya !

Bila Teriakan telah kehilangan gaungnya !

Bila darah telah kehilangan amisnya !

Bila peluk telah kehilangan hangat nya !

Bila Ciuman telah kehilangan kecupnya !

Bila dingin telah kehilangan gigilnya !

Bila serak telah kehilangan paraunya 1

Bila Mimpi telah kehilangan igaunya !

Bila Gelisah telah kehilangan resahnya!

Bila Nadi telah kehilangan denyutnya !

Bila nyenyak telah kehilangan dengkurnya !

Benang takdir terurai dalam peta getir ,

Ribuan mimpi gugur sebelum musim panen tiba

Mesti pada siapa lagi harap dapat kita titipkan.

Ketika rasa kemanusiaan .telah disekap dalam keranda peradaban 

baru,yang telah munjungkirbalikkan setiap kata dari maknanya .

 
SUARA  YANG DATANG DARI LERENG-LERENG GUNUNG

Di puncak  puncak Gunung !

Gerimis luruh , di lembut pangkuan bunga Edelweis,

Di sana biasa kita menanti ; matahari dinyalakan  di setiap fajar tiba ( Seperti Katamu )

Lalu kita jadi  lupa arah pulang , karena peta hidup kian mengusam ,

Menjelaga dari gigil yang tak lagi mampu mengenali getarnya.

Diantara angin , yang berebut  berlari menuruni bukit ,

Aku dengar suara mu  hadir ,

Jauh di sana! , di ujung batas pengharapan hati ,

Sore ini , hujan pun turun ,bersama kabut ,

Mungkinkah  suarama mu , akan jua sampai di sini ?

Menyusuri Lereng-lereng bukit,

Pamplet kenangan ,terhidang di kelopak mata ,

Aku ternganga !; dan kau pun ,tak mampu berkata-kata ,

Lalu rindu kita pun bergumul , memberi, jejak pada rumput

Melukis mimpi dengan bahasanya sendiri .

RY , engkaukah itu , yang membiarkan tik-tak suara jam berhenti berdetak !

Memaksa angin melenggang , mengetuk-ngetuk pintu ingatan !

Aihhh !! , mengapa pula , seribu burung turut menjerit ,

Membuat ku terjaga dari mimpi yang sempurna !

R.Y , Bila luka yang telah melahap seluruh asaku ,telah sempurna habisnya !

Temuilah puasmu , di garis awal langkah perjalananku , dan berjanjilah untuk tak lagi

Mengusik sunyiku .

Pada setiap wajah ,yang sudah tak ku ingat lagi ,lekuk-lekuk garisnya ,

Pada setiap nama ,yang tak mampu lagi ku eja  garis katanya ,

Pada setiap hati ,yang tak kupahami lagi getar sangsinya .

Pada setiap jiwa ,yang pernah member tempat bagi asa ku untuk menyala !

Kini , disini ,  sebuah puisi tentangmu terkubur ,

Di timbuni ribuan kata , yang entah kapan , akan terungkap maknanya .

Kemarau yang basah ,membawa sisa –sisa gerimis , mengecupi  gumpalan rindu ,

Yang melepuh di bakar waktu .

Cimahi , 14 September 2011.